STORY PART 2 (3 Months of Love)

 

Langit mendung, awan seperti mengekang matahari yang ingin eksis diatas. Pintu berwarnakan biru berdecit dan suara gaduh terdengar di ruangan sebelah, ramai. Sedangkan aku, terpojok sendiri disini dengan badan lemas, tangan gemetar dan pandanganku kabur dengan adanya air yang hinggap berkumpul dimata seakan bergerilya ingin terjun bebas ke bawah.

Terkaget disaat ada yang menepuk pundakku dari belakang “Key, kenapa?” , ternyata teman baikku yang berada di ruangan 3 saat ujian “Aaahhhhh Veni..!!!”, saatnya air di mata ini beraksi terjun bebas dengan tidak beraturan. Venipun kaget dengan keadaanku sekarang, “Kenapa Key?? Kenapa?”

“Veni, aku ga lulus Ven..! Aku ga LULUS!!! Gimana aku ngomongnya sama orang tua aku Ven..” aku merengek tanpa memedulikan apa yang terjadi di kelas sebelah.

“Kamu ngomong apa sih Key? Siapa yang bilang kalo kamu ga Lulus?!” tanya Veni dengan nada setengah teriak. “Kata Pak Ibnu Ven, Eki tadi nanya ke Pak Ibnu, katanya ruang 2 ga ada yang lulus Ven.. Aku ga lulus Ven…!!! Aaaahhhhh!!!!”

“Heh heh Keyla, DENGER!! Siapa yang bilang km ga LULUS?” kedua tangannya memegang bahuku. “Eh?” akupun terdiam mendengar Veni berbicara seperti itu. Hanya isakanku yang masih tersisa.

“Ruangan 2 tu, bukan ga lulus, tapi nilainya pada jelek, yang menonjol cuman 2 orang. Kamu sama Sari” jelasnya mencoba menenangkanku yang sedang mencari titik kesadaran.

“Hah?!”Antara bingung, kaget, sedih, takut dan bahagia bercampur aduk layaknya campuran kimia yang diaduk dalam tabung reaksi. Ternyata yang nilainya bagus cuman aku sama Sari yang duduk di belakangku.Tapi kenapa? Kenapa Pak Ibnu bohong segala dan pake bilang ga ada yang lulus. Apa maksudnya bikin aku kaya gini, apa dia marah karena aku bersikap yang memang seharusnya dilakukan saat ujian. Aku takut, gimana ini cuman aku dan dia yang nilainya bagus. Gimana ini?!!

Siang hari, disaat penandatanganan ijazah di ruang kelas. “Misya Fristia” orang yang bersangkutanpun beranjak dan melangkah ke depan kelas untuk menandatangani ijazahnya, untuk tanda tangan saja harus masuk ke kerumunan orang. Karena saat itu sang guru seperti madu yang banyak dihinggapi lebah sana-sini, dasar norak nih anak-anak.

“Keyla Sasmia!!” yap, giliranku. Dan akupun tinggal bergeser ke sebelah kanan, karena aku salah satu dari para lebah tadi hahaa.

Namun ternyata, aku tidak seperti yang lainnya. Sang guru memberi kata sambutan yang tanpa kupinta dengan nada ya bisa dibayangkan sendiri. “Hmm.. 38,75. Besar ya, coba dikasih tau yang lain juga. Pasti nilainya pada bagus kaya gini juga ya. Sayangnya ini engga, bikin jelek aja”. Sorotan mata para lebahpun lirik bolak-balik ke sang guru dan aku (ex lebah). Engga tau apa yang merasukiku, tanpa melihat sang guru, akupun menekan pulpen yang aku pake ke meja setelah ritual tanda tangan selesai dan pergi berlalu keluar kelas.

Aku kesal, marah, benci dan merasa tak adil. Bukan pujian yang aku dapat, tapi merasa seperti orang yang terhina, lebih hina dari nyontek ato malah melihat lembar jawaban yang sudah disiapkan sebelumnya itu jauh lebih baik dibandinginkan aku sekarang. 

Lebih kesalnya lagi, disaat para orang tua murid hadir dan langsung membully aku, malah yang anaknya bukan di ruangan 2pun ikut-ikutan. Hinaan, dorongan hingga kata kotorpun aku terima dengan diam dan marah dalam hati. Bayangkan saja 1:8 mana bisa aku bertindak, dan kalian pasti bertanya kemana orang tuaku?

Mamaku yang biasanya paling rajin dateng ke sekolah, aku larang karena kutahu pasti nanti akan terjadi hal seperti ini. Aku larang, dengan alasan orangtua yang lain juga pada ga dateng karena ga wajib dan aku mau langsung main ke rumah Veni. Tapi, ternyata laranganku ga bisa mencegah mamaku tersayang untuk dateng ke sekolah. Saat kumenangis di luar kelas yang ditemani Veni dan Kiki, mamahku datang tiba-tiba.

“Key, kenapa nangis? Kamu kenapa nak?”, mukaku menegang dan ga kalah tegangnya dengan teman-temanku yang berada disampingku.

“Mamah? Kenapa kesini?” tanyaku kaget. “Ya katanya kumpul orang tua ya mama dateng”.

“Tapi kan Key udah bilang ga usah kesini. Tapi kenapa mamah kesini?”, mamahku tidak perduli dengan apa yang aku katakan, yang ada dia khawatir dengan diriku.

“Veni, Kiki. Keyla kenapa?” dan akhirnya Kikipun tak bisa diam dan berceloteh sana-sini mengenai para orang tua murid tersebut. “Hmm, pantesan Keyla nangis terus di kamar” Ha? Ternyata mamah tau kalo selama sepekan ini aku menangis terus di kamar? Padahal sebisa mungkin aku menyembunyikannya, karena aku takut akan ramai di sekolah. Tapi sia-sia, karena mamahku geram dengan reportnya Kiki dan akhirnya mamah masuk ke dalam kelas, terjadi suasana yang ga enak dan akupun tak ingin hadir lagi ke sekolahku itu.

Komentar

Postingan Populer