Story Part 1

 


“Mah, aku berangkat dulu”, sambil menalikan tali sepatu sekolah yang berwarna hitam bertuliskan SLTP Merdeka Bandung.

                “Eh, makan dulu”, terdengar suara parau dari arah dapur.

                “Udah mah” sembari menghampiri dan mencium tangan ibunya. Dia membuka pintu rumah depan, lalu berteriak “ASSALAMMU’ALAIKUM!!!”

Wohoo..  Adem.. Masih terdengar suara burung berkicauan di antara pepohonan dan mataharipun belum unjuk gigi. Sepatu hitam bersih berkilau, kaos kaki putih bersih semata kaki, rok berwarna biru tua dibawah lutut, baju agak kelonggaran dan tas punggung berwarna hijau daun. Yup, itulah dandananku setiap pergi ke sekolah. Dan yang pasti pergi pukul setengah 6 dari jam dinding di kamar yang berbeda 10 menit dengan jam sekolah. Setiap naik kendaraan umum alias angkot, selalu ada buku yang kupegang dan kubaca. Entahlah apa menariknya namun membaca adalah hal yang paling kusenangin dari apapun. Sampai-sampai, teman sekelas yang berada di belakang tempat dudukku selalu menyebutku miss Granger. Aku orangnya cuek dan tidak terlalu tertarik dengan Harry Potter jadi awalnya aku ga tau maksud orang ini.

                “Kiri..!!” teriakku dan sang supir angkotpun dengan cekatan menginjak remnya dengan kata ampuh ini. Untuk sampai di sekolah, perjuanganku tidak cukup sampai disini. Setelah menuruni angkot, harus kujalani jalan lurus nan lebar ini dengan berjalan kaki, yaa sekitar 300 meterlah karena sekolah berada di sekitar komplekan. Tapi anehnya, aku senang sekali dengan rutinitas ini, masih sepi, udara enak dan semangat luar biasa!

                “Minyak…!!!” suara ala tukang minyak keliling. Ha? Kutoleh ke belakang, tapi tidak ada siapapun di belakang. Hmm, lanjut jalan kaki.

“Minyak..!!” suara itu terdengar lagi dan kutoleh namun tetap tak ada siapa-siapa. Kuperhatikan sejenak sampai memberhentikan langkah kakiku. Dan… “Minyak..!!! Miii nyakkk!!” suara dari pojokan sebelah kanan jalan.

“God! Ternyata tukang minyak!” kuberbalik dan melanjutkan langkah dengan perasaan kesal. Kesal, karena kukira ada teman sekolah yang memanggil buat jalan bareng ke sekolah dan hal ini terjadi ga hanya skali 2 kali. Karena kata ‘Minyak!’ ala tukang minyak hampir mirip dengan ‘Mia!’ nama panggilanku untuk sebagian orang. Sebenarnya Mia itu panggilan dari nama kepanjangan, karena nama lengkapku Keyla Sasmia yang masih berumur 16 tahun. Dan aku hadir sekarang, untuk minggu terakhir di sekolah ini. Dan sebentar lagi, seragamku berubah dari putih biru menjadi putih abu. Aaah senangnya.

                Suasana sekolah masih sepi, hanya sekitar 2-3 orang yang ada dalam kelas. Di depan kelas tertuliskan 3-1 yang tak lain adalah kelas unggulan. Orang-orang sih yang bilang ini kelas unggulan, karena di dalamnya berisikan siswa-siswi ranking 1-3 semasa kelas 2nya. Dan ranking 4-8 besar berada di kelas 3-2 yang disebut kelas unggulan ke-2. Kalian pasti bertanya-tanya, aku dapet ranking berapa? Hee bukan sombong sih tapi besar kepala dikit hee..

Kalo aku tuh…  Ehm, ranking 1 berturut-turut semasa kelas 2  sampai dapet beasiswa gratis SPP. Ahiw.. #eh (ya walopun ga ada yang nanya, inisiatif ngasih tau aja, jadi jangan protes walaupun bikin kalian sakit mata :p)

                “Heh, miss Granger ada yang nyari tuh” kata anak yang biasa duduk di belakangku.

“Siapa?” sambil ngelongok keluar kelas. Terlihat seorang siswa berseragam putih abu dengan celana panjang tentunya, memakai topi dan berkacamata, tingginya sekitar 168 cm.

                “Keyla, bisa ga aku minta tolong?” sambil menggaruk topi abunya yang berlambang tutwuri.

                “Eh akang, minta tolong apaan?” ternyata dia salah satu pelatih aku di Paskibra dulu sewaktu kelas 1 yang pernah kuikuti.

                “Paskibra kita mau ikutan lomba lagi nih tapi sekarang di Krida, kita kekurangan personil, mau bantuin ga jadi pasukannya?” aku tau sebenarnya ga ada yang kurang, cuman memang dari dulu dia yang paling ga setuju aku keluar dari paskibra. Lagipula sekarang aku dah males sama yang kaya begituan semenjak tragedi itu.

                “Engga deh kang, lagipula dah mau keluar ini. Mau fokus belajar aja” alasan, padahal ujian sudah beres tinggal nunggu pengumuman saja.

“Oh gitu, yaudah makasih ya, tapi nanti kalo mau ikutan, berubah pikiran tinggal ke sekre aja ya” sepertinya dia mengerti dengan ketidaknyamananku dan sadar akan alasan ngacoku. Aku hanya tersenyum dan melihatnya menuruni tangga sembari melihat kearahku, cara pandangnya ga berubah dari dulu seperti menyayangkan sesuatu. Ini sudah kedua kalinya dia meminta, yang pertama saat aku kelas 2. Alasan yang sama yang kulontarkan padanya waktu itu juga dan dia mengerti. Dia seniorku yang paling baik dan sabar sewaktu aku masih berada di lingkup paskibranya.

                Dari lantai 2, kumelihat ke arah ruang kaca yang berisikan piala berjelujuran ke atas, warna kuningnya yang berkilauan dan berjuntai pita-pita berwarna-warni. Mana piala juara favorit Paskibraka itu ya? Aku sebenarnya orang yang paling ga bisa diam dan agak lumayan cerewet, sewaktu SD dulu aku ikutan apapun yang ada di sekolahku. Dari pramuka sampai paskibra kujabanin, sampai seragam sekolah tuh macem-macem yang ada di lemari dan rajin ikutan apapun dari camping sampai lomba. Makanya badanku berwarna gelap dan ga sedikit orang yang mengejekku item dari papua (saat membawa upacara pramuka mewakili dari papua). Yah walaupun ga dapet peringkat pertama aku termasuk orang yang rajin, sampai ada suatu kejadian yang membuatku trauma dan membuatku cuek.

                Pada saat ujian kelulusan semasa SD, kelasku dibagi menjadi 3 bagian, karena namaku dari huruf K aku kebagian di ruangan 2. Dari hasil pratest  sebelum-sebelumnya yang lulus cuman aku dan teman yang ada di belakangku, Sari. Sampai ujian terakhirpun tiba, sebelum masuk ke hari ujian, para guru, orangtua murid dan teman-teman memintaku untuk menyebarkan jawaban yang aku isi, sampai dikasih fasilitas kaca dan makanan yang banyak di meja pengawas. Hari pertama, okey aku turutin karena desakan orang luar dan teman-teman dengan menuliskan jawaban di kertas dan menyebarkannya kemana-mana. Setelah selesai ujian, ada seorang teman sekelas yang nyeletuk dan berteriak “Pri! Main PS yuk! Masalah ujian biarin aja, kan ada Keyla. Iya ga Key?”

                Darisana aku kesal, marah dan ga ikhlas. Awalnya aku berniat hanya untuk membantu teman-teman yang kesulitan tentang kelulusan ini, bukan menjadikan mereka untuk malas dan seperti memberikan mereka uang tanpa usaha sama skali. Akupun ga instant sama seperti yang lainnya, belajar terus dan berusaha keras untuk lulus. Semenjak itu, saya pelit memberikan jawaban yang baru berjalan 5 menit ujian sudah diberi kode buat ngasih jawaban, aku pun tak menggubris kecuali temanku Sari yang duduk di belakangku, karena aku tahu kalau dia belajar dan yang dia tanya hanya 2-3 soal.

                Sampai tiba hari pengumuman hasil ujian akhir. Aku berjalan masuk pintu gerbang sendirian di pagi hari dan belum ramai, hanya para pedagang yang sibuk menjajakan dagangannya. Tiba-tiba ada yang berlari ke arahku dengan tergopoh-gopoh dan berteriak “KEY!! Untuk kelas 6 ruangan 2, kata Pak Ibnu GAK ADA YANG LULUS!!!!”

***

Continue__

Komentar

Postingan Populer